Pembukaan Sekolah Lapang Iklim Kopi, KTNA Sulbar Dorong Pemda Mamasa Prioritaskan Pertanian

Pembukaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Kopi di Mamasa
ktnasulbar.com, Mamasa – Pembukaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Kopi resmi terselenggara hari ini oleh Wakil Bupati Mamasa, H. Sudirman mewakili Bupati Mamasa, di Desa Balabatu, Kabupaten Mamasa, Kamis (8/5/2025).
Kegiatan ini merupakan kolaborasi Yayasan Motivator Pembangunan Masyarakat Gereja Toraja, Dewan Kopi Indonesia (Dekopi) Sulawesi Barat, Universitas Sulawesi Barat (Unsulbar), Pemerintah Desa Balabatu.
Sekolah Lapang Iklim (SLI) Kopi ini juga mendapatkan pendampingan langsung oleh Sudiarno, pengurus KTNA Sulawesi Barat Bidang Perkebunan.
Sudiarno juga dikenal merupakan Duta Petani Milenial Kementerian Pertanian RI, dan Ketua Jaringan Petani Nasional (JPN).
Pembukaan Sekolah Lapang Iklim (SLI) Kopi ini menandai langkah penting dalam penguatan kapasitas petani, khususnya dalam menghadapi perubahan iklim yang berdampak langsung pada produktivitas tanaman kopi.
Dalam sambutannya, Sudiarno menyampaikan seruan agar Pemerintah Daerah Kabupaten Mamasa menjadikan sektor pertanian sebagai prioritas utama untuk membangun daerah ini.
“Jika kita ingin Mamasa maju, maka kita harus mengembalikan kejayaan kopi seperti masa lalu dan optimalkan pengembangan hortikultura. Itu adalah kunci,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan tiga poin penting sebagai masukan strategis kepada Pemda Mamasa:
Alokasi Pupuk Organik
Menyadari pentingnya pupuk dalam menunjang pertanian, ia mengusulkan agar program bantuan pupuk dari pemerintah tidak hanya terfokus pada pupuk kimia.
“Kalau bisa, setengahnya dialokasikan untuk pupuk organik atau kompos. Ini sangat penting untuk pengembangan hortikultura dan kebun rakyat,” ujarnya.
Perbaikan Mekanisme Pengusulan Komoditi
Ia juga menyoroti kelemahan sistem pengusulan komoditi melalui Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
Menurutnya, pendekatan ini seringkali tidak mencerminkan kebutuhan riil petani, karena terkadang hanya ketua kelompok yang menyusunnya secara sepihak.
“Kadang bantuan jadi mubazir karena anggota kelompok yang terdata bahkan tidak tahu apa yang diusulkan. Lebih parah lagi, bisa saja ada ‘anggota siluman’ yang tidak memiliki lahan,” katanya.
Ia mengusulkan pendekatan berbasis klasifikasi kebutuhan individual sebagai solusi.
Pembentukan Asosiasi Komoditi Per Komponen Pemda
Terakhir, ia meminta Pemda Mamasa untuk memfasilitasi pembentukan asosiasi untuk setiap komoditi strategis.
“Kalau bisa, setiap pejabat memimpin satu asosiasi, sehingga ada tanggung jawab langsung dalam mendorong kemajuan. Misalnya, Kadis Ketahanan Pangan menjadi Ketua Asosiasi Cabai, Kabag Ekonomi memimpin Asosiasi Bawang Merah, dan seterusnya,” jelasnya.
Kegiatan ini menjadi harapan dan momentum baru bagi kebangkitan pertanian di Mamasa, khususnya dalam menjawab tantangan iklim dan pasar global.
Antusiasme peserta dan dukungan berbagai pihak menjadi sinyal positif bahwa Mamasa siap mengembalikan kejayaan sektor pertaniannya.(**)