KTNA SULAWESI BARAT

Ini adalah website resmi dari KTNA Provinsi Sulawesi Barat

Petani Modern: Lebih dari Sekadar Memegang Cangkul dan Sabit

petani modern

Petani Modern (Source: Ai)

ktnasulbar.com, Opini- Di zaman modern saat ini, kata “petani” tak lagi hanya disematkan kepada mereka yang memegang cangkul di ladang atau mengayunkan sabit di tengah hamparan padi.

Definisi petani telah mengalami perluasan makna yang sangat signifikan.

Kini, setiap insan yang melibatkan diri dalam lingkaran pertanian—mulai dari produksi, distribusi, hingga pemasaran—kita layak menyebutnya sebagai petani.

Transformasi ini mencerminkan realitas baru dalam ekosistem pertanian.

Teknologi telah memasuki ladang-ladang, menggantikan sebagian besar kerja fisik dengan sistem otomatis dan digital.

Para petani kini bisa memantau kelembapan tanah melalui sensor dan aplikasi, atau mengatur irigasi cerdas.

Bahkan hingga menjual hasil panen melalui platform digital tanpa harus ke pasar tradisional.

Bahkan, Kementerian Pertanian mencatat bahwa pada tahun 2023 terdapat lebih dari 35.000 petani muda di Indonesia yang aktif memanfaatkan teknologi pertanian digital.

Data ini menunjukkan tren positif bahwa pertanian kini bukan lagi domain kaum tua, generasi milenial dan Gen Z yang menggeluti dunia pertanian dewasa ini telah membawa semangat baru.

Sebagaimana disampaikan Menteri Pertanian RI, Andi Amran Sulaiman:

Kutipan ini menegaskan bahwa pertanian masa depan bukan sekadar tentang lahan dan alat berat, tetapi juga tentang inovasi, data, dan kolaborasi.

Generasi muda tak datang dengan cangkul, tapi dengan laptop, drone, dan ide-ide segar.

Mereka menciptakan inovasi seperti pertanian vertikal, sistem pertanian presisi berbasis AI, dan pemetaan tanah melalui citra satelit.

Tak bisa dimungkiri, pertanian modern adalah kerja kolektif.

Di balik sekarung beras yang sampai ke meja makan, ada peran petani lapangan, teknisi pertanian, peneliti benih, analis pasar, desainer kemasan, hingga konten kreator yang mempromosikan produk lokal melalui media sosial.

Mereka semua adalah bagian dari satu sistem yang saling terhubung dan tak terpisahkan.

Maka wajar jika sebutan “petani” kini tidak hanya milik mereka yang bercocok tanam, tetapi juga milik siapa saja yang menjaga keberlanjutan pangan.

Organisasi Pangan Dunia (FAO) bahkan menekankan bahwa ketahanan pangan global sangat bergantung pada regenerasi petani dan adaptasi teknologi.

Laporan FAO tahun 2022 menyebutkan bahwa dunia membutuhkan tambahan 60% produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan populasi pada 2050.

Mencapai target ini hanya mungkin jika para petani mengelola lahannya secara modern, efisien, dan inklusif.

Lebih penting lagi, perubahan ini turut mengangkat martabat petani.

Dunia tidak lagi memandang mereka sebelah mata, tetapi melihat mereka sebagai inovator, pelaku ekonomi kreatif, dan agen perubahan.

Dalam wawancaranya, ekonom pertanian Dr. Bustanul Arifin menyatakan:

Maka, sudah saatnya kita mengubah cara pandang. Menjadi petani bukan pilihan terakhir, melainkan panggilan mulia.

Entah sebagai pelaku lapangan, teknolog, pengusaha agribisnis, atau komunikator pertanian, setiap orang yang ikut menyokong sistem pangan layak disebut sebagai pahlawan.

Dan dalam dunia yang terus berubah ini, petani adalah wajah masa depan—bukan masa lalu.(**)

Opini oleh: Bang Zul

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *